RSS
Facebook
Twitter

Kamis, 30 Juni 2011

VARIABEL DAN HIPOTESIS

HIPOTESIS DAN VARIABEL

A. HIPOTESIS
1. Definisi Hipotesis
Trealese (1960) memberikan definisi hipotesis sebagai suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati.
Good dan scates (1954) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya.
Kerlinger (1973) menyatakan hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variabel .
Dari arti katanya, hipotesis memang dari dua penggalan. Kata “HYPO” yang artinya “DI BAWAH” dan “THESA” yang artinya “KEBENARAN” jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar, maka lalu membuat suatu teori sementara , yang kebenarannya masih perlu di uji (di bawah kebenaran). Inilah hipotesis peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis. Peneliti mengumpulkan data-datadata yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis.
Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan peneliti dapat bersikap dua hal yakni :
a. Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesisnya tidak terbukti (pada akhir penelitian).
b. Mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tanda bahwa data yang terkumpul tidak mendukung terbuktinya hipotesis (pada saat penelitian berlangsung).
Karena hipotesis adalah produk pendekatam berfikir deduktif maka hipotesis baru dapat disusun setelah peneliti melakukan kajian kepustakaan secara tuntas. Bahkan pernyataan hipotesis yang formal baru dapat dinyatakan dengan baik setelah rancangan (design) penelitiannya dirumuskan. Hipotesis diperlukan untuk mengarahkan langkah-langkah penelitian selanjutnya, seperti jenis dan sifat data yang akan dikumpulkan dan prosedur analisis yang dapat digunakan untuk analisis data. Perlu dicatat bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesis. Dalam pandangan konservatif dapat dinyatakan hanya dalam penelitian kuantitatif yang akan menghasilkan data-data numeric akan dianalisis dengan prosedur statistik inferensial tentang hubungan, perbedaan dan dan sejenisnya peneliti dapat (atau perlu) mengajukan hipotesis. Dalam penelitian kuantitatif sekalipun mungkin tidak diperlukan hipotesis, misalnya dalam penelitian deskriptif.
Menurut Sugiyono (2007), penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Dalam hal ini perlu dibedakan pengertian hipotesis penelitian dan hipotesis statistik. Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Selanjutnya hipotesis statistik itu ada, bila penelitian bekerja dengan sampel. Jika penelitian tidak menggunakan sampel, maka tidak ada hipotesis statistik.
2. Kegunaan Hipotesis
Kegunaan hipotesis antara lain:
a. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
b. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian.
c. Hipotesis memberikan arah kepada penelitian.
d. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan
3. Jenis-jenis Hipotesis
Jenis-jenis hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis kerja (H1)
Hipotesis kerja adalah rumusan formal hasil analisis deduktif peneliti mengenai masalah yang dikajinya. Hipotesis ini biasanya dinyatakan dalam kalimat positif seperti “ada hubungan antara IQ dan pencapaian belajar untuk anak-anak dibawah tingkat kemampuan berfikir formal”.
b. Hipotesis nihil (H0)
Hipotesis nihil disusun untuk kepentingan pegujian statistik, dan dinyatakan dengan kalimat negative seperti “ tidak ada hubungan antara IQ dan pencapaian belajar untuk anak-anak dibawah tingkat kemampuan berfikir formal”. Hipotesis nihil inilah yang nantinya akan diterima atau ditolak dalam pengujian statistik.
4. Bentuk-bentuk hipotesis :
Bentuk-bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan masalah penelitian. Bila dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka bentuk rumusan masalah penelitian ada tiga, yaitu: rumusan masalah deskriptif (variable mandiri), komparatif (perbandingan) dan assosiatif (hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis penelitian juga ada tiga yaitu hipotesis deskriptif, komparatif dan assosiatif.
a. Hipotesis deskriptif
Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap masalah deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variable mandiri.
b. Hipotesis komparatif
Hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif. Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi populasi atau sampelnya yang berbeda.
c. Hipotesis assosiatif
Hipotesis assosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah assosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variable atau lebih.
5. Syarat Hipotesis
Menurut Sukidin dkk (2002) Syara-syarat hipotesis adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis tidak boleh bertentangan dengan keadaan-keadaan, hukum-hukum, atau peraturan yang berlaku bagi akal manusia;
b. Hipotesis tidak boleh hanya merupakan suatu penyifatan yang bersifat deskriptif, tetapi harus sungguh-sungguh merupakan penjelasan;
c. Karena merupakan percobaan sementara, maka hipotesis harus mengandung kemungkinan adanya factor yang mendukung kebenaran.
6. Cara menguji hipotesis :
Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Dengan eksperimen-eksperimen, pembuktian langsung dan tidak langsung, dan juga dengan bukti kemustahilan. Hipotesis harus dicek atau diverifikasikan. Pengecekan harus berjalan menurut garis tertentu, yang lancar tidaknya perjalanan pengecekan ialah dengan menambah keadaan-keadaan yang dapat dijelaskan dengan hipotesis.
2. Dengan mengambil kesimpulan yang logis dari hipotesis itu, yang cocok dengan pengalaman dan kenyataan yang telah diketahui.
3. Tidak perlu aadanya bantuan dari hipoteis lain, baik yang lebih tinggi maupun yang seimbang, karena di dalam dirinya sudah terkandung unsur yang cukup untuk menjelaskan fakta. Apabila terpaksa diperlukan hipotesis lain, hipotesis itu sifatnya hanya pembantu.
Bahwa pemakaian hipotesis itu harus dipakai sesuai, guna memenuhi kebutuhan, tetapi jangan sampai dipergunakan secara salah. Cara agar hipotesis tidak dipakai secara salah adalah pengalaman praduga, hipotesis yang didefinisikan itu harus dapat membuktikan kepastian suatu kenyataan. Hipotesis harus dapat merumuskan sesuatu yang diperkirakan, atau diharapkan dapat ditemukan dalam penelitian yang sedang dan akan dilaksanakan.
Keabsahan hasil penelitian bukan ditentukan oleh terbuktinya hipotesis. Bisa dan mungkin terjadi, hasil penelitian membuktikan hipotesis nol, bahkan negative. Hal semacam ini bukan berarti perumusan hipotesis salah. Ini dapat terjadi, mungkin karena ada suatu perkembangan permasalahan (sudarto, 1996).
7. Menggali dan Merumuskan Hipotesis
Dalam menggali hipotesis, peneliti harus:
a. Mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan jalan banyak membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
b. Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat-tempat, objek-objek serta hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
c. Mempunyai kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan lainnya yang sesuai dengan kerangka teori ilmu dan bidang yang bersangkutan.
Good dan scates memberikan beberapa sumber untuk menggali hipotesis :
1) Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam tentang ilmu
2) Wawasan serta pengertian yang mendalam tentang suatu wawasan
3) Imajinasi dan angan-angan
4) Materi bacaan dan literatur
5) Pengetahuan kebiasaan atau kegiatan dalam daerah yang sedang diselidiki.
6) Data yang tersedia
7) kesamaan.
Sebagai kesimpulan , maka beberapa petunjuk dalam merumuskan hipotesis dapat diberikan sebagai berikut :
1) Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan padat serta spesifik
2) Hipotesis sebaiknya dinyatakan dalam kalimat deklaratif dan berbentuk pernyataan.
3) Hipotesis sebaiknya menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang dapat diukur.
4) Hendaknya dapat diuji
5) Hipotesis sebaiknya mempunyai kerangka teori.
Rumusan hipotesis tindakan sedikit bebeda dengan hipotesis penelitian konvensional. Jika hipotesis konvensional menyatakan adanya hubungan anatara dua variabel atau lebih akan menyatakan adanya perbedaan mean antara dua kelompok atau lebih, maka hipotesis tindakan tidak menyatakan demikian. Akan tetapi menyatakan “ jika tindakan ini dilakukan dengan baik, maka tindakan ini akan merupakan suatu pemecahan problem yang baik”. Contoh lain ”jika orang tua/wali murid diikutsertakan dalam proses pembuatan rencana sekolah, maka partisipasi orang tua/wali murid akan semakin tinggi”.
Menurut darsono (1996), untuk merumuskan hipotesis tindakan, peneliti dapat melakukan :
1. Kajian teori pembelajaran dan teori pendidikan,
2. Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan,
3. Kajian hasil diskusi dengan rekan sejawat, pakar, peneliti, dan lain-lain, serta
4. Kajian pendapat dan saran pakar pendidikan.
Dari hasil kajian tersebut, menurut Darsono dapat diperoleh landasan untuk membangun hipotesis tindakan. Namun demikian, perlu juga dipertimbangkan kelayakan tindakan atas dasar situasi riil dan situasi ideal atau harapan. Sebab jika terdapat jarak yang jauh dan tidak di upayakan menjembatani, maka tindakan yang dilakukan tidak akan meimbulkan hasil secara optimal. Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang dipersyaratkan untuk dipenuhi jangan terlalu ideal yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh guru SD. Peneliti hendaknya realistis terhadap kenyataan keseharian dunia ke SD an dimana guru berada dan melaksanakan tugasnya.
Lebih lanjut, Darsono menguraikan lima hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan, yaitu :
a. Rumusan alternative-alternatif tindakan untuk pemecahan-pemecahan masalah berdasarkan hasil kajian. Alternatif tindakan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara teoritis dan/atau konseptual.
b. Setiap alternative pemecahan yang diusulkan perlu dikaji ulang atau dievaluasi dari segi bentuk tindakan dan prosedurnya, segi kelayakan, kemudahan, kepraktisan (hasil segera dilihat), dan optimalisasi hasil serta cara penilaiannya.
c. Pilih alternatif tindakan dan prosedur yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal dan dapat dilakukan oleh guru dalam kondisi dan situasi dunia SD.
d. Tentukan langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan dan cara-cara untuk mengetahui hasionya.
e. Tentukan cara untuk menguji hipotesis tindakan guna membuktikan bahwa dengan tindakan yang dilakukan telah terjadi perubahan, perbaikan, atau peningkatan dengan keyakinan.
B. VARIABEL
1. Pengertian Dan Jenis Variabel
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Variabel juga dapat merupakan atribut dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, motivasi, kepemimpinan, disiplin, merupakan atribut-atribut dari setiap orang. Berat, ukuran, bentuk, dan warna merupakan atribut-atribut dari obyek.
Dinamakan variabel karena ada variasinya. Misalnya berat badan dapat dikatakan variabel, karena berat badan sekelompok orang itu bervariasi antara satu orang dengan yang lain. Demikian juga motivasi, persepsi dapat juga dikatakan sebagai variabel karena misalnya persepsi dari sekelompok orang tentu bervariasi. Jadi kalau peneliti akan memilih variabel penelitian, baik dimiliki orang atau obyek, maupun bidang kegiatan atau keilmuan tertentu, maka harus ada variasinya. Variabel yang tidak ada variasinya bukan dikatakan sebagai variabel. Untuk dapat bervariasi, maka penelitian harus didasarkan sekelompok sumber data atau obyek yang bervariasi.
Dari penjelasan diatas maka dapat dirumuskan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007).
Variabel adalah suatu konsep yang mempunyai lebih dari satu nilai, keadaan, kategori, atau kondisi. Dalam penelitian, peneliti memusatkan perlatiannya untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang ada antar variabel. Apakah ini hubungan sebab akibat atau korelasional. Variabel dibeda-bedakan jenisnya berdasarkan kedudukannya dalam suatu penelitian. Dalam suatu penelitian yang mempelajari hubungan sebab akibat antar variabel, dapat di definisikan beberapa jenis variabel yaitu: variabel terikat, variabel bebas, variabel moderator, variabel control, dan variabel antara atau inverning (Tuckman,1978). Hubungan antar variabel tersebut dalam penelitian ditunjukkan dalam diagram berikut:





a) Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel respon atau output. Sebagai variabel respon berarti ini akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu variabel-variabel yang dimanipulasikan dalam penelitian, yang disebut sebagai variabel bebas (Kerlinger, 1979). Dalam ilmu tingkah laku, variabel terikat adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organism yang telah dikenai stimulus. Dengan kata lain, variabel terikat adalah factor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas.
b) Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variabel) adalah variabel yang diduga sebagai sebab munculnya variabel yang lain, dalam konteks ini variabel lain yang dimaksud adalah variabel terikat. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya (pengaruhnya) dengan variabel lain. Dalam ilmu tingkah laku, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau input yang beroperasi dalam diri seseorang atau di dalam lingkungannya untuk mempengaruhi tingkah laku.
c) Variabel Moderator
Variabel moderator adalah sebuah tipe khusus variabel bebas, yaitu variabel bebas sekunder yang diangkat untuk menentukan apakah ia mempengaruhi hubungan antara variabel bebas primer dan variabel terikat (Best, 1997 ; Tuckman, 1978). Variabel moderator adalah factor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih peneliti untuk mengungkap apakah factor tersebut mengubah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
d) Variabel Kontrol
Tidak semua variabel didalam suatu oenelitian dapat dipelajari sekaligus dalam waktu yang sama. Beberapa diantara variabel tersebut harus dinetralkan pengaruhnya untuk menjamin agar variabel yang dimaksud tidak mengganggu hubungan anatara variabel terikat dan variabel bebas. Variabel-variabel yang pengaruhnya harus dikontrol tersebut disebut variabel control. Jadi variabel control adalah factor-faktor yang dikontrol atau dinetralkan oleh peneliti karena jika tidak demikian diduga iktu mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel moderator berbeda dengan variabel kontrol. Penetapan suatu variabel menjadi variabel moderator adalah untuk dipelajari (dianalisis) pengaruhnya, sedangkan penetapan suatu variabel menjadi variabel control adalah untuk dinetralkan/dissamakan pengaruhnya.

e) Variabel Antara (Intervening)
Semua variabel yang telah diuraikan di atas adalah variabel-variabel yang kongkrit (nyata). Variabel bebas, variabel moderator, dan variabel control masing-masing dapat dimanipulasi oleh peneliti dan dapat diamati (diukur) pengaruhnya terhadap variabel terikat. Apabila suatu variabel yang ingin diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat ternyata tidak dapat diamati (diukur) karena terlalu abstrak, maka variabel tersebut baisanya dipandang sebagai variabel antara (Intervening). Jadi variabel antara adalah factor yang secara teoritik mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat tetapi tidak dapt dilihat sehingga tidak dapat diukur atau dimanipulasi. Pengaruh variabel intervening terhadap variabel terikat hanya dapat diinferensikan berdasarkan pengaruh variabel bebas dari/atau variabel moderator terhadap variabel terikat.
2. Perumusan Definisi Operasional
Variabel yang telah diidentifikasi secara operasional, sebab setiap istilah (variabel) dapat diartikan secara berbeda-beda oleh orang yang berkaitan. Penelitian adalah proses komunikasi dan komunikasi memerlukan akurasi bahsa agar tidak menimbulkan perbedaan pengertian antar orang dan agar orang lain dapat mengulangi penelitian tersebut. Ada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi.
Ada berbagai cara untuk mendefinisiakan suatu variabel. Adakalanya definisi tersebut seperti sinonim atau konseptual. Sinonim dari suatu variabel biasanya dapat ditemukan di kamus, sedangkan definisi mengenai apa dan mengapanya sesuatu, dan biasanya dapat ditemukan di buku teks. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati daris sesuatu yang didefinisikan tersebut. Jarakteristik yang dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain. Sebaliknya, definisi konseptual mendeskripsikan sesuatu berdasarkan criteria konseptual atau hipotetik dan bukan pada cirri-ciri yang dapat diamati. Tuckman (1978) membedakan tiga tipe definifi operasional sebagai berikut :
a) Definisi Operasional Tipe A
Definisi operasional tipe A dapat dirumuskan dalam bentuk suatu tindakan yang harus dilakukan untuk memunculkan fenomena atau keadaan seperti apa yang dimaksud. Definisi ini banyak diterapkan di penelitian eksperimental. Dalam hal ini definisi operasional berupa suatu pernyataan tentang manipulasi atau prakondisi apa yang harus diciptakan oleh peneliti untuk menunjukkan bahwa suatu fenomena atau keadaan tertentu timbul atau terjadi.
b) Definisi OperasionalTipe B
Definisi operasional tipe B dapat dirumuskan dalam bentuk deskripsi tentang bagaimana suatu obyek (benda tertentu) beroperasi, yakni apa yang dilakukan atau terdiri dari apa cirri-ciri dinamis obyek tersebut.
Definisi operasional B ini sering dipakai untuk variabel-variabel dalam lingkungan pendidikan untuk mendeskripsikan tipe-tipe orang. Karena cirri-ciri dinamik seseorang tercermin sebagai tingkah laku, maka definisi B ini mendeskripsi tipe orang tertentu dalam bentuk tingkah laku yang kongkrit dan dapat diamati yang berhubungan dengan tipe orang tersebut.
c) Definisi Operasional Tipe C
Definisi operasional tipe C dapat dirumuskan dalam bentuk deskripsi obyek atau fenomena tentang seperti apa atau terdiri dari apa cirri-ciri statis obyek atau fenomena tersebut.
Dalam penilitian pendidikan banyak definisi operasional yang didasarkan pada cirri-ciri statis yang dimiliki oleh orang atau keadaan yang pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan tes atau skala yang lain. Definisi operasional tipe C mendeskripsikan kualitas unsure-unsur atau karakteristik orang tatau barang. Oleh karena itu, definisi tipe ini dapat dipergunakan untuk setiiap tipe variabel yang tidak dimanipulasikan.
Definisi operasional merupakan dasar bagi penjabaran variabel ke dalam indicator-indikator, dan yang tersebut terakhir merupakan dasar bagi pembuatan alat ukur untuk mengumpulkan data. Tepat tidaknya alat ukur tergantung dari definisi operasional. Lebih lanjut, definisi operasional tergantung dari rumusan hipotesis, dan penetapan definisi operasional variabel, peneliti harus berpikir secara serius dan mengacu secara timbale balik antara konseptualisasi dan operasionalisasi.
3. Pengukuran Variabel
Apabila seseorang peneliti telah menetapkan suatu masalah, merumuskan hipitesis, dan mengidentifikasi variabel-variabel, maka ia menghadapi pertanyaan tentang bagaimana mengukur variabel-variabel yang akan dicapai dalam hipotesis tersebut. Dalam suatu hipotesis mungkin dapat diangkat beberapa variabel, akan tetapi mungkin tidak semuanya dapat diukur oleh peneliti. Dalam hal demikian, peneliti harus merumuskan kembali hipotesisnya sehingga variabel-variiabel yang terkait di dalamnya dapat diukur.
Untuk variabel-variabel tertentu, seperti panjang tongkat atau jenis kelamin siswa, pengukurannya jelas dan sederhana. Akan tetapi dalam banyak hal, seperti tingkah laku manusia atau aspek-aspek psikologis, masalah pengukuran sedemikian abstrak dan rumit sehingga menuntut upaya yang cermat dan serius dari pihak peneliti.
Di dalam penelitian, prosedur dan teknik untuk mengukur variabel perlu ditetapkan dengan cermat agar dapat menghasilkan data yang benar. Upaya tersebut meliputi pendefinisian variabel secermat dan seoprasional mungkin, perancangan skala pengukuran, pembuatan alat ukur (instrument), pengecekan validitas dan reliabilitas instrument.
a) Arti Pengukuran
Pengukuran (measurement) adalah prosedur penetapan angka untuk mewakili kuantitas cirri (atriout) yang dimiliki oleh subjek dalam suatu populasi atau sampel. Dalam variabel kecerdasan siswa, misalnya, kecerdasan atribut dan siswa adalah subjek. Dalam pengukuran kecerdasan siswa angka-angka dipergunakan untuk mewakili kuantitas kecerdasan yang dimiliki oleh setiap siswa.
b) Skala Pengukuran
Sebelum peneliti menetapkan untuk menyusun instrument sebaiknya perlu mengetahui lebih dahulu berbagai jenis skala pengukuran. Dapat tidaknya suatu prosedur analisis statistik diterapkan untuk mengolah dan menganalisis hasil pengukuran, tergantung juga dari jenis skala pengukuran yang digunakan. Berbagai skala pengukuran dapt dikelompokkan kedalam empat tingkatan, yaitu :
1) Skala Nominal
Jika angka-angka dalam rentangan skala pengukuran hanya berfungsi sebagai pengganti nama (label) atau kategori, tidak menunjukkan suatu kuantitas, maka skala pengukurannya disebut nominal. Angka-angka pada skala nominal tidak merupakan urutan dalam suatu kontinum, melainkan menunjukkan kategori-kategori yang terlepas satu dengan yang lain.
2) Skala Ordinal
Jika angka-angka dalam rentangan skala pengukuran tidak hanya menunjukkan kategori-kategori, tetapi juga menunjukkan hubungan kuantitas tertentu, yakni gradasi, maka skala pengukurannya disebut ordinal. Dalam skala ordinal ;
a. Sekelompok subjek disusun berturut-turut mulai dari yang paling tinggi (besar,kuat,baik) sampai kepada yang paling rendah (kecil,leah,jelek) dalam hal atribut yang diukur.
b. Angka-angka tidak menunjukkan “seberapa besar” (kuantitas) dalam arti absolute.
c. Tidak ada kepastian tentang sama atau tidaknya jarak-jarak (perbedaan-perbedaan) antara angka-angka yang berurutan.

3) Skala Interval
Jika angka-angka dalam skala pengukuran tidak hanya menunjukkan hubungan kuantitatif dalam gradasi (ranking) tetapi juga menunjukkan bahwa jarak atau perbedaan kuantitas antar dua angka yang berurutan selalu sama, maka skala pengukurannya disebut interval. Dalam skala interval :
a. Angka-angka ranking (rank-order) ditetapkan berdasarkan atribut yang diukur.
b. Jarak atau perbedaan kuantitas antar angka-angka yang berurutan selalu sama.
c. Tidak ada kepastian tentang kuantitas absolute, sehingga tidak diketahui dimana letak angka nol absolute.
4) Skala Rasio
Jika dalam skala interval, nilai nol absolute (ukuran kuantitas absolute) diketahui dengan pasti, maka disebut skala absolute. Dengan demikian, dalam skala rasio :
a. Angka-angka yang menunjukkan ranking (rank order) telah ditentukan sebelumnya berdasarkan atribut yang diukur.
b. Interval (jarak) antar angka-angka yang berurutan menunjukkan jarak yang sama.
c. Mempunyai nilai nol absolute, artinya jarak antara tiap angka dalam skala dengan titik nol absolute dapat diketahui secara eksplisir atau secara rasional














DAFTAR PUSTAKA
Dasar-dasar Metodologi Penelitian ………………………..
Sudarto, Drs. 1996. Metodologi Penelitian Filsafat. PT. Grafindo Persada: Jakarta
Sugiyono, Prof.Dr., 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta: bandung
Sukidin, Basrowi, Suranto. 2004. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Insan Cendekia. Surabaya





















MAKALAH
METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF
HIPOTESIS DAN VARIABEL



Sebagai Syarat Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantittatif

Disusun Oleh :
1. MUHAMMAD ARDIANSYAH (NIM. 100331508028)
2. MOELIAWAN KRESNANTO (NIM. 100331509399)



PPS PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
-2011-

1 komentar: